Selasa, 12 Februari 2013
Cerpen Valentine: MY VALENTINE
oleh: Rai
Inamas Leoni
Semua bilang tak
ada gunanya melihat ke masa lalu apalagi berharap kembali ke masa itu. Hidup
berjalan kedepan bukannya mundur kebelakang, seperti arah jarum jam yang
berputar ke kanan bukan ke kiri. Namun masikah kau memegang prinsip itu? Bila
dalam kenyataanya, masa lalu lah yang membuat dirimu bertahan dan semangat
menjalani hari-harimu…
***
Langit cerah
menghiasi hari yang bersejarah ini. Hari dimana aku dan teman-temanku saat
kecil, berkumpul kembali di tempat ini. Kami memutuskan memakai taman di dekat
sekolah kami dulu. Tempat ini merupakan tempat yang menampung semua kenangan
saat kami kecil. Saat kami belum mengerti arti hidup, saat kami belum mengerti
arti sebuah perpisahan. Dulu aku sering sekali bermain bola disini bersama
teman-teman kelasku.
Walau aku tak
mengerti sepenuhnya tentang permainan sepak bola, tapi aku tetap bisa bermain.
Karena aku tau, setiap permainan dimulai seseorang akan mengajariku dengan
sabar. Walau aku selalu membuat permainan kacau, walau aku sering berlari
(bukannya menangkap) bila ada bola yang menggelinding ke arahku, walau aku
menangis bila bola sialan itu mengenai betis ku dengan keras, tapi seseorang
itu tetap sabar mengajariku. Seseorang yang dari luar selalu bersikap dingin
namun sebenarnya hatinya tulus. Seseorang yang memilih menjauh namun sejujurnya
ia menemani yang terlupakan.
Kadang aku sering
menghayal bertemu dengannya. Tapi kenyataan tak pernah berpihak padaku. Dan
kini aku berharap bertemu dengannya. Terakhir aku melihatnya di acara
perpisahan SD Santa Loka enam tahun yang lalu. Setelah itu aku tak mendengar
kabarnya. Ia menghilang begitu saja, seperti angin yang berlalu tanpa
meninggalkan jejak. Ya, aku rindu seseorang itu. Seseorang yang berulang tahun
di hari ulang tahunku.
***
Pandanganku menyapu
seluruh isi kelas. Tapi hasilnya tetap sama, aku tak melihat Danny dimana pun.
Padahal hari ini ulang tahunnya. Kuperhatikan sekeliling, teman-teman terlihat
asyik memakan kue yang tadi aku bagikan. Kemana dia disaat seperti ini? Disaat
hari kelahirannya yang hanya terjadi sekali dalam setahun.
Dengan malas aku
berjalan keluar kelas. Baju putih dan rok merahku terlihat kotor dengan
krim-krim kue yang belepotan disana sini. Aku masih ingat bagaimana Lia, Sita,
Andra, dan yang lain mengerjaiku dengan sadisnya. Padahal hari ini ulang
tahunku. Seharusnya mereka bersikap baik padaku, walau hanya sehari.
“Anna, kuenya masih
sisa nggak?”
Aku menoleh saat
mendengar suara Andra. Tubuh Andra yang dua kali lipat dari ukuran tubuhku yang
kurus ini terlihat seperti monster yang kelaparan. Tidak heran jika Andra
meminta tambahan kue. “Masih setengah kok. Ambil aja, Ndra.” Kataku sambil
beranjak pergi.
“Trims. Oh ya kamu
pasti nyariin Danny kan? Tadi aku liat dia di taman belakang sama si Reno, lagi
main-main nggak jelas.” ujar Andra sambil menekan kata Reno pada ucapannya.
Yah aku tau
bagaimana teman-teman kelasku yang memandang Reno dengan sebelah mata. Hanya
karena Reno berasal dari keluarga yang kurang mampu. Cukup naïf memang, tapi
begitulah kenyataannya. “Oke deh, Ndra, aku nyari Danny dulu ya.”
Dan benar saja, aku
melihat Danny sedang bermain lempar batu (permainan yang berlomba-lomba
melempar batu sejauh mungkin untuk mengetahui pemenangnya) bersama Reno. Aku
hanya bisa tersenyum melihatnya. Danny memang berbeda dengan yang lain. Jika
orang lain menjauhi Reno hanya karena Reno berasal dari keluarga yang kurang
berada, Danny malah kebalikannya. Yang tanpa ia ketahui, hal itu membuat
teman-teman yang lain ikut menjauhinya.
“Danny, kuenya mau
aku anterin nggak?” teriakku keras. Bagaimana tidak keras, jarak ku berdiri
sekarang dengan Danny cukuplah jauh. Aku tidak berani mendekat karena takut
terkena lemparan batu. Melihat Danny yang masih sibuk dengan permainannya, aku
pun kembali berteriak, “Gimana sih yang ultah malah main seenaknya aja? Capek
tau ngurusin kue sendiri!”
Danny berhenti
melempar batu lalu menoleh kepadaku. “Kan udah ada kamu. Murid di kelas juga
nggak banyak. Lagian masih ada tahun depan, aku janji bakal bantuin deh.”
ujarnya sambil tersenyum.
Aku pun hanya
mendengus lalu berniat untuk pergi. Danny memang benar-benar bego atau pura-pura
bego sih? Lima tahun aku sekelas dengannya—sekaligus lima kali merayakan ulang
tahun bersama-sama di kelas—Danny tak pernah sekali pun bersikap seperti orang
yang merayakan ulang tahun. Ia hanya mengikuti sampai acara tiup lilin. Dan
saat memotong kue tart, akulah yang menjadi sasaran keganasan teman-teman dalam
berebut kue.
“Anna….!”
“Apa lagi?” tanyaku
galak.
“Boleh dong kuenya
dibawain. Dua ya, satu buat aku satu buat Reno.”
Mataku berlahan
menyipit. “Ambil aja sendiri!!” Seruku sambil menjulurkan lidah.
***
Aku tertawa
mengingat sepotong kenangan manis itu. Kenangan yang membuat ku ingin kembali
ke masa lalu. Ke masa dimana aku bersekolah di SD Santa Loka dan merayakan ulang
tahun bersama Danny.
“Ketawa sendiri
ntar dikira orang gila lho.” Tiba-tiba seseorang telah berada disampingku.
“Eh?” Aku terkejut
mendengar laki-laki disampingku yang bersikap seolah-olah telah mengenalku
lama. Alisku mengernyit, bingung akan tingkah orang ini.
“Lupa ya?” tanya
laki-laki itu sambil tersenyum usil. “Aku bantu buat ngingetin, mau?”
Aku hanya tersenyum
miris. Siapa laki-laki ini? Kulit putih bersih, tinggi kurang lebih 170cm—beda
sepuluh centi sama aku yang 160 cm—alis tebal, dan di dahi terdapat bekas luka
yang tak terlihat dari jauh. Jangan-jangan…
“Yang dulu selalu
ngerayain ulang tahun bareng kamu, tapi nggak pernah ikutan saat potong kue..”
“Danny!!” teriakku
senang dan sedetik kemudian aku sudah memeluk Danny saking senangnya. Sadar
akan tingkahku, buru-buru aku melepas pelukanku. “Maaf..”
Danny hanya
tertawa. “Ya ampun, Anna. Nggak nyangka kamu udah gede kayak gini. Pipi makin
tembem aja nih.”
“Ini bukan tembem,
tapi chubby tau.” Aku mengusap-usap pipiku.
Danny hanya menggeleng-geleng
tak percaya lalu memandangku lama. Seketika suasana menjadi hening. Aku sendiri
bingung harus bicara apa.
“Cieeee. Raja sama
ratu ultah ketemu nih. Udah, Dan, tembak aja sekarang mumpung valetine’s day.
Ntar keburu diambil orang di kampus barunya.” Jelas Andra yang tiba-tiba muncul
dihadapanku dan diiringi teriakan teman-teman yang lain. Kulihat badan Andra tak
ada bedanya saat SD dulu. Tetap saja subur..
Perlahan aku merasa
pipiku mulai memanas. Dan entah perasaanku saja atau bukan, ku lihat wajah
Danny berubah menjadi merah seperti tomat. Sialan Andra.
“Itu urusan gue,
Ndra. Cukup gue sama Anna yang tau gimana hubungan kita ke depan.”
Ku dengar teriakan
Lia dan Sita yang berubah menjadi histeris. Aku memasang tampang bingung.
Sumpah, apa coba maksud Danny ngomong kayak gitu?
“Terserah lo deh,
Dan. Awas aja kalo lo berani nyakitin Anna. Gue sama Sita nggak bakal tinggal
diam,” ucap Lia yang ditimpali anggukan oleh Sita.
Ya ampuuun.
Teman-temanku ini memang sakit jiwa semua. Baru lulus SMA aja ngomong udah
ngaco kayak gini. Gimana nanti? Apa coba maksud omongan Lia yang minta Danny
buat nggak nyakitin aku? Namun aku lebih memilih untuk diam tak berani
menyuarakan protesku. Aku terlalu terkejut untuk mencerna semua ini.
“Okay guys.. Gue
pergi sama Anna dulu ya.” Danny memegang tangan kiriku lalu kudengar Sita
menyela, “Gue juga deh. Lagian Kevin udah nunggu gue buat ngerayain valentine
sama dia.” Kulihat yang lain bersiap-siap untuk pergi dari taman ini.
“Tunggu. Terus
reuninya gimana? Kita kan baru disini sekitar sejam?” Aku menatap semua orang
terlebih Sita yang belum mengatakan bahwa ia sudah putus dengan pacarnya yang
dulu.
“Kita bisa lanjutin
lain kali,” ujar Sita singkat. Seperti menyadari sesuatu Sita lalu berteriak,
“Annaaa.. Jangan bilang otak lo belum loading! Sekarang tuh hari Valentine.
Semua udah punya acara sama gebetannya masing-masing. Dan lo juga punya acara
sama Danny. Jadi nggak ada salahnya kalo…. hmpp hmpp!”
Aku pun menutup
mulut Sita dengan tangan kanan ku. “Oke-oke. Gue ngerti kok.” Perlahan aku
melepas tanganku. Sudah bukan rahasia lagi kalau Sita terkenal dengan
omongannya yang panjang lebar. Benar kata Sita, aku lupa kalau hari ini adalah
hari Valentine. Pantas semua buru-buru meninggalkan taman ini.
***
Dan semuanya
berjalan seperti mimpi. Kini aku sudah berada di salah satu restoran yang
terkenal romantis karena desain ruangannya yang bergaya ala Paris di musim
gugur. Kulihat restoran ini penuh dengan pasangan-pasangan dinner yang
merayakan Valentine sama seperti aku. Tanpa sadar senyum menghiasi wajahku.
“Hayo lagi mikir
apa?” Suara Danny menyadarkan lamunanku.
“Rahasia dong..”
jawabku sambil menatap Danny dengan senyum yang tertahan.
“Iya deh yang lagi
main rahasia. Kamu mau makan apa?”
“Terserah kamu
aja,” ujarku singkat.
Sementara Danny
menyampaikan pesanannya kepada pelayan, aku hanya bisa tersenyum memandang
orang yang lalu lalang di luar restoran. Setelah enam tahun tidak merayakannya,
sepertinya tahun ini aku kembali menjalani ritual SD dulu. Bulan depan aku akan
merayakan ulang tahunku bersama Danny. Ia berjanji tidak akan menghilang
setelah acara tiup lilin. Awas saja kalo dia menghilang, aku akan memecatnya
sebagai pacarku.
Ya, mulai malam ini
aku dan Danny resmi terikat satu sama lain.
***
Penulis : Rai Inamas
Leoni
TTL : Denpasar, 08
Agustus 1995
Sekolah : SMA
Negeri 7 Denpasar
Blog :
raiinamas.blogspot.com
Sumber : www.gen22.net
0 komentar:
Posting Komentar