Rabu, 06 Februari 2013

Syarat Dan Ketentuan Serta Tatacara Pelaksanaan Shalat Jamak Dan Qashar

Syarat dan ketentuan shalat jamak dan qashar.Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.



Beberapa ketentuan bagi shalat qashar adalah:
  1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.
    Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24 km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm), Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1 Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.
    Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah:
    • safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll) tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan maksiat (ma`shiat fis safr) maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat sehingga tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam perjalanan tersebut.
    • perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.
    • Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.
  2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.
  3. Mengetahui boleh qashar, Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut boleh maka shalatnya tidak sah.
    Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.
  4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]
  5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram.
    Contoh lafadh niatnya adalah: اصلى فرض الظهر مقصورة
    “saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”
    Bila ia berniat qashar setelah takbiratul ihram maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.
  6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).
  7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya timbul niat dalam hatinya untuk mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) atau timbul keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna, walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.
  8.  Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir. Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut maka shalatnya tersebut wajib disempurnakan. 
Shalat jamak.
Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir.
Jamak taqdim adalah mengerjakan kedua shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam waktu dhuhur, atau shalat isya dikerjakan dalam waktu maghrib.
Sedangkan Jamak ta`khir adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua shalat yang dijamak dalam waktu kedua, misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam waktu Ashar dan shalat maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.

Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi jamak taqdim dan takhir, dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau bagi jamak takhir saja. Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak taqdim adalah:

  1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)
  2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.
Adapun beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim adalah:
  1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.
  2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu dikerjakan dhuhur.
  3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua
  4. Meyakini sah shalat yang pertama.
  5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat tersebut tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.
 Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur (misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

Ketentuan Khusus pada Jamak Takhir.

    1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu rakaat shalat.
    2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.
    Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa waktu kemudian baru shalat yang kedua.


    Referensi;
    Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra
    Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah
    [1] Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra

    sumber: Abu mudi

    0 komentar:

    Posting Komentar