Sabtu, 14 Juli 2012

Cerpen "DIA MENINGGALKAN AKU YANG SERING MENINGGALKANNYA"


Karya Febby Anggraeni

“Dia Meninggalkan Aku yang Sering Meninggalkannya”
Jam tangan menunjukkan pukul 06.00.

Sekolah masih terlihat sangat sepi.
“Hhh …”
Anggra menghela nafas panjang dan berjalan memasuki gerbang sekolah barunya.
Ia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk utama sekolah. Terdapat banner bertuliskan “Selamat Datang Anak Didik Baru Tahun Ajaran 2010/2011”.

Ia berjalan melewati koridor sekolah sambil melihat-lihat kondisi sekitarnya yang lumayan disiplin dengan masalah lingkungan. Diturutinya jalan membelok kearah kiri menuju taman belakang sekolah.
“Brukkkkkk!”
“Hei!” jerit Anggra kaget.
“Ups. Maaf-maaf!” terdengar suara cowok.

Anggra sedikit mendongakkan kepalanya. Cowok di depannya terlalu besar dan tinggi bagi dirinya yang bertubuh mungil.
“Kalau jalan liat-liat donk!” ucap Anggra dengan nada tinggi.
“Iya maaf. Jam segini biasanya sekolah masih sepi. So, jalan biasanya juga aku pakai sendiri.” jelas cowok itu santai.
“Hhh!” Anggra mendesah sambil memegangi kepalanya.
“Kenapa tuh kepala?”
“Bego! Sakit tau gara-gara kena dada buldozermu itu!”
“Sini biar gak sakit!” dielusnya kepala Anggra.
“Eh, apa-apan sih! Pegang-pegang segala!” Anggra menepis tangan cowok tersebut.
“Murid baru ya?”
“He’eh!”
“Manis juga …”

51
“Apaan?” tanya Anggra lugu dengan masih memegangi kepalanya.
Cowok tersebut tidak menjawab, matanya menatap Anggra dengan tajam. Anggra menjadi salah tingkah. Tanpa berpikir panjang, dengan setengah berlari ia meninggalkan cowok tersebut.
“Kriiiiiiiingggg…!!!!!!!”

Bel tanda berkumpul di lapangan. Hari ini pasti ada upacara pembukaan MOS. Anggra yang sedari tadi di taman belakang sekolah, beranjak berdiri dan berjalan menuju lapangan. Dia menghentikan langkahnya beberapa meter dari lapangan. Matanya tertuju pada semua teman-teman barunya yang terlihat bahagia sambil berbincang-bincang dengan teman yang sudah mereka kenal atau bahkan yang baru mereka kenal saat berkumpul di lapangan.
“Yuuukkk!” ucap seseorang sambil menggandeng tangan Anggra dan berjalan menuju lapangan. Anggra kaget bukan main. Suara kaum adam itu sudah pernah ia dengar sebelumnya, badannya besar dan tinggi. Anggra sedikit mendongakkan kepalanya, dan mendapati bahwa cowok tersebut adalah seseorang yang menabraknya di jalan menuju taman belakang sekolah tadi pagi. Genggaman erat cowok misterius itu membuat mata kucing Anggra seakan tak berkedip, hidungnya yang kecil dan mancung seakan berhenti bernafas, bibir mungilnya yang lucu seakan dikunci, hanya indera pendengarnya yang dapat mendengar suara ajakan cowok itu. Anggra tetap diam sampai ia sadar bahwa telah sampai di tengah lapangan bersama kerumunan murid baru dan beberapa anggota OSIS panitia MOS.
“Desy! Gue titip nih caberawit ya!” ucapnya ke salah satu cewek yang sedang membawa buku absensi dengan memakai kalung identitas OSIS.
“Hhh? Apaan? Dia manggil gue caberawit? Jelek banget!” gumam Anggra dalam hati.
“Adik loe Gy?” tanya cewek itu.
“Iya.” jawab cowok itu singkat.
“Oke deh.” jawab cewek itu singkat pula.

Cowok itu melepaskan tangan Anggra dan beranjak pergi.
“Eh, tunggu!” panggil Anggra ke cowok tersebut.
“Siapa? Aku?” sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Iya kamu. Gak usah sok baik!” ucap Anggra sinis lalu dengan segera membalikkan badannya dan meninggalkan cowok itu.

52
Mulai dari bel masuk sekolah sampai bel pulang sekolah, Anggra tetap sendiri dengan wajah yang telah ia lipat rapi dari rumah. Tak ada sedikitpun niat dari hatinya untuk berkenalan atau sekedar say hello dengan teman-teman barunya. Sesekali ia bercakap dengan kakak OSIS cewek yang merupakan teman cowok misterius. Desy namanya.
(What the reason of it all? Ok deee ..begini ..Anggra adalah anak tunggal dari keluarga yang bergelut didunia bisnis. Dia ingin meneruskan sekolah SMA-nya di ibukota dengan alasan jika ia sudah keluar dari SMA, ia mudah masuk ke Universitas Indonesia. Dan, pada akhirnya bisa meneruskan bisnis kedua orangtuanya dengan prioritas sebagai ahli bisnis. Namun, kedua orangtua Anggra tidak menyetujuinya, dengan alasan tidak mungkin anak semata wayangnya dibiarkan hidup sendiri di kota metropolitan yang super gede tantangan pergaulannya. Oleh karena itu, Anggra tetap bersekolah di tanah kelahirannya sendiri sekaligus dipilihkan sekolah yang sudah terkenal dengan keahlian di bidang bisnis dan manajemen. Tapi, yaaa gitu deh ! … Anggra masih belum bisa menerima atas keputusan itu.)

Sekolah telah sepi, semua murid telah meninggalkan tempat belajarnya 1 jam yang lalu. Anggra masih duduk di kantin seorang diri. Tugas MOS untuk besok adalah membuat makala tentang pengenalan terhadap dunia bisnis dan manajemen. Tugas ini tentu membutuhkan berbagai sumber dari bermacam-macam media buku ataupun internet, sedangkan mood Anggra sama sekali tidak berminat untuk berusaha menyelesaikan tugas tersebut.
“Hei!” seseorang menepuk bahu Anggra dari belakang.
“Shit!” spontan Anggra kaget.

Cowok itu tersenyum dan duduk di depan Anggra.
“Ampun deh! Loe lagi-loe lagi! Males gue liat tampang loe!” ucap Anggra sambil beranjak berdiri dari tempat duduknya.
“Tunggu dulu!” tangan cowok itu meraih tangan Anggra yang mulai beranjak pergi.
“Ada apa?” tanya Anggra sewot.
“Gak kesusahan kan mengerjakan tugas MOS besok?”
“Enggak!” jawab Anggra singkat.
“Bener?”
“Bukan urusan loe!” Anggra menepis tangan cowok itu dan lagi-lagi iameninggalkannya.

53
Hari kedua MOS,
“Freak!” ucap Anggra pelan saat mengetahui bahwa ia telat.
“Permisi …” Anggra mengucapkan salam tepat di bibir pintu kelas.
“Masuk!” ucap kakak OSIS yang sudah duduk manis di kursi guru.
“Kenapa telat?”
“Kesiangan kak.”
“Tugasnya sudah?”
“Belum kak.”
“Tau konsekuensinya?”
“Tau kak!”

Mendengar jawaban Anggra yang acuh tak acuh, wajah kakak OSIS terlihat memerah menahan marah. Murid-murid di dalam kelas terlihat tegang.
“Tok, tok, tok!”

Anggra, kakak OSIS dan semua murid di dalam kelas memandang kearah pintu.
“Pagi, sorry ganggu. Gue mau ngasih tugas nih anak. Tadi ketinggalan di bus yang ia tumpangi. Tadi gue se-bus sama dia. Kebetulan juga, bus-nya tadi mogok, so telat deh.”
“Oh gitu …” jawab kakak OSIS singkat seraya menerima makala yang diserahkan cowok itu.
“Oke deh, gue pergi dulu. Pagi.”
“Iya.” jawab kakak OSIS singkat.
“Kamu silahkan duduk!” ucap kakak OSIS kepada Anggra.
“Sebentar kak, saya ijin keluar.” ucap Anggra dengan berlari keluar kelas tanpa mengetahui persetujuan dari kakak OSIS.

Anggra berlari kecil mengikuti cowok misterius. Begitulah Anggra menyebut cowok yang selalu datang tanpa ia undang dan selalu ditinggalkannya begitu saja.
“Hei!” Anggra menepuk bahu cowok itu dari belakang.
“Eh! Ada apa?”

54
“Siapa nama loe?”
“Argy!”
“Oh …”
“Hhh?” Argy mengernyitkan kening.
“Makasih atas bantuan loe. Lain kali gak usah repot-repot.”
Anggra membalikkan badannya dan kembali menuju kelas. Lagi, lagi dan lagi Anggra meninggalkan cowok itu.
Hari terakhir MOS sangat berjalan dengan lancar. Acaranya tidak terlalu padat seperti dua hari kemarin.

Murid-murid telah meninggalkan tempat belajarnya beberapa menit yang lalu. Anggra dan teman sebangkunya Eka masih berada di dalam kelas. Eka sengaja menemani Anggra yang tak ingin langsung pulang.
“Loe pulang duluan deh Ka, gue gak-papa.”
“Beneran?” tanya Eka berat.
“Iya!” jawab Anggra pasti.
“Oke deh, gue pulang duluan ya …”
“Oke. Hati-hati di jalan.”
Eka menganggukkan kepala dan meninggalkan Anggra seorang diri di dalam kelas.

1 jam kepergian Eka, Anggra memutuskan untuk pulang.
“Tin…Tin..Tin!”
Anggra sangat kaget dan langsung membalikkan badannya. Di depan gerbang sekolah, ia mendapati mobil sedan merah tepat berada di belakangnya.

Sekuat mungkin Anggra menahan marah ketika mengetahui bahwa Argy yang ada di dalam mobil itu.
“Ada apa lagi kakak Argy?” tanya Anggra berpura-pura manis.
Argy mengeluarkan kepalanya melewati kaca mobil.

55
“Masuk gih!”
“Ogah! Loe kira gue cewek bawaan?”
“Udah jangan banyak omong , ikut gue!”

Gak ada ujan, gak ada petir, entah apa yang membuat Anggra akhirnya menuruti permintaan Argy.
“Loe kenapa sih, di sekolah bawaannya badmood mulug?“ tanya Argy memecah keheningan dalam mobil.
“Karena gue gak suka sekolah disitu!” jawab Anggra to the point.
“Sayang banget ya … padahal, banyak yang pengen sekolah di sekolah kita, tapi karena kemampuan mereka kurang, banyak yang gak diterima. Eh loe-nya malah gak mensyukuri.”

Anggra tetap diam tak mengindahkan apa yang dikatakan Argy.
“Sampai …!” ucap Argy sambil memberhentikan mobilnya.
Mereka berdua telah sampai di gedung tua besar yang sudah tidak ditempati, terdapat tangga yang menghubungkan lantai dasar menuju lantai atas. Dibagian atas terlihat seperti tanah lapang yang luas dan ketinggiannya bisa melihat luasnya Kota Hujan itu. Anggra merasa tertarik dengan tempat tersebut.
“Yuk!” Argy membukakan pintu mobil.

Anggra tersenyum.
Mereka berdua berjalan menelusuri tangga dan akhirnya sampai di bagian atas gedung.
“Wah! Bagus banget!” Anggra terlihat sangat kagum.
“Lebih bagusan wajah loe Nggra!”
“Apaan?”
“Hhe …”Argy hanya nyengir.
“Eh. Loe tadi panggil apaan? Loe tau nama gue?”
“Ya taulah Anggrarera Ressainance …”
“Oh iya sih … Loe kan anggota OSIS ya?”

56
Argy hanya tersenyum.
“Loe tau dari mana tempat sebagus ini?”
“Iseng aja … nyari tempat yang sekiranya enak dibuat ngelepas kepenatan, eh ternyata ketemu disini.”
“Oooooh …”

Mereka pun duduk bersila sambil memandang luasnya Kota Hujan dari ketinggian.
“Loe tau nggak Nggra, kenapa hidup cuma sekali?”
“Emangnya kenapa?”
“Karena, kalau loe hidup berkali-kali, loe gak bakalan bisa memanfaatin waktu. Loe pasti mengisi hari-hari loe dengan kegiatan-kegiatan yang sama sekali gak ada artinya dan ujung-ujungnya loe menyesal. Loe selalu berpikir bahwa hidup kan gak cuma sekali, so besok aja deh diperbaiki. Terus-terusan loe seperti itu dan gak akan pernah bisa berubah.”
“Lalu bagaimana dengan hidup yang cuma sekali?” tanya Anggra sambil menatap wajah Argy.
“Kalau hidup cuma sekali, loe bisa belajar dari kesalahan. Hari ini loe melakukan kesalahan, dan besoknya loe pasti mikir bagaimana caranya biar bisa lebih baik. Karena loe berpikir, kesempatan gak bakalan bisa datang dua kali di hidup loe yang cuma sekali.”
“Lalu? “
“Sebagai contoh … kenapa loe harus gak suka sama sekolah loe sekarang? padahal loe temasuk orang yang beruntung bisa diterima di sekolah favorit sekaligus elit tersebut. Banyak yang gak bisa masuk di sekolah kita dengan berbagai problem, seperti gak ada biaya, kemampuannya gak memadai dan berbagai macam alasan lainnya. Tetapi, kenapa loe menyia-nyiakannya? Perlu diketahui, sekolah dimana saja itu sama, yang penting bagaimana caranya kita bisa berprestasi buat masa depan. Seharusnya hal itu yang loe pikir, bukan malah memikirkan bagaimana caranya bisa keluar dari sekolah dan lebih memilih di sekolah lain yang belum tentu loe bisa sekolah disana.”
Anggra diam dan tertunduk mendengar penjelasan dari Argy.

Beberapa menit keadaan hening.
“Per…ka…taan loe benar!” ucap Anggra sedikit gugup.
Argy tersenyum.

57
“Sudahlah … Asal ada kemauan, semuanya pasti bisa dicapai kok.”

Keduanya saling berpandangan.
“Makasih ya udah ngebantu gue selama MOS. Sampai tugas MOS gue juga loe yang ngerjain.” Anggra menuturkan.
“Sama-sama. Oiya, inget juga. Di dunia ini loe gak akan bisa jadi makhluk individual, loe pasti butuh temen.”
“Gue tahu maksud loe. Tenang deh, besok gue pasti udah punya banyak temen kok! JANJI !” ucap Anggra sambil tersenyum.

Tiba-tiba tangan kanan Argy menyentuh tangan kiri Anggra. Anggra jadi salah tingkah ketika tangan Argy akhirnya menggenggam erat tangannya.
“Jadian yuk?”
“Hhh? Apa?”
“Iya jadian?”
“He’eh!”
“Apaan? Gue gak salah denger?” Argy meminta penjelasan.
“Iya . Kita jadian!” ucap Anggra tegas.
“Atas dasar apa loe nerima gue?”
“Karena loe udah bisa ngerubah cara pandang gue sama hidup ini 180 de-ra-jat.” Anggra menjelaskan.
Sebulan sudah Argy dan Anggra menjadi sepasang kekasih.

Di depan sekolah, Anggra mendapati mobil yang telah siap menjemputnya. Ia pun masuk ke dalam mobil Argy.
“Cie … Cie … Cie … Ada ketua kelas baru nih!” Argy menggoda Anggra.
“Apaan sih!” Anggra terlihat malu.

Anggra telah dipilih menjadi ketua kelas di kelasnya, karena tergolong murid yang sangat aktif mengikuti kegiatan sekolah.
“Gue kangen sama loe!”

58
“Gue juga. Loe prakerin gak pulang-pulang sih.”
“Loe juga masih sibuk sama kelas baru loe.”
“Hehehe …” Anggra hanya nyengir.
“Ke tempat biasanya aja ya?”
“Ok!”
Argy menjalankan mobilnya. Setengah jam perjalanan, keduanya telah sampai di tempat mereka jadian sebulan yang lalu. Seperti biasanya, mereka duduk bersila sambil bercakap-cakap.

Sambil menikmati indahnya Kota Hujan dari atas ketinggian, Argy membuka pembicaraan.
“Eh Nggra, gue tuh sayang banget sama loe!” ucap Argy memecah keheningan.
“Loe tuh ya, gak ada romantis-romantisnya!” Anggra terlihat sewot.

Argy pun memegang kedua tangan Anggra dan menciumnya .
“Anggra … gue tuh sayang banget sama kamu.” desis Argy dengan nada lembut.
“Apa buktinya?”
“Kamu mau bukti apa sayang?”
“Gimana kalau loe gue uji? Gue mau tahu seberapa besar rasa sayang loe ke gue.”
“Oke. Apaan?”
“Loe jerit bilang kalau loe cinta sama gue. Sekenceng-kencengnya dan berkali-kali sampai gue puas.”
“Oke. Siapa takut!”

Argy beranjak berdiri, ia pun menjerit sangat kencang dan berkali-kali mengucapkan “ARGY CINTA ANGGRA …”.
“Permisi mbak, bisa temannya tidak menjerit seperti itu? Dikira orang-orang dibawah terjadi apa-apa disini.” bisik seorang lelaki separuh baya dengan rambut dan jenggotnya yang sudah memutih.
“Oh, iya pak.” Anggra hanya tersenyum.
“Baik mbak, terima kasih.” ucap bapak tua sambil meninggalkan Anggra.

59
Anggra pun tertawa geli melihat tingkah Argy. Dihampirinya Argy.
“Argy, sudah cukup! ANGGRA JUGA CINTA ARGY.” ucap Anggra sambil memeluk Argy dari belakang.

Argy membalikkan tubuhnya dan menghadap Anggra. Dipegang erat tangan Anggra. Dikecupnya kening perempuan yang amat ia cintai.
“Sekarang, gue yang mau nguji seberapa besar cinta loe ke gue.” celetuk Argy.
“Oke. Apaan?”
“Selama seminggu, kita gak berhubungan, gak sms-an, gak telepon-an dan kita gak ketemuan. Termasuk kalau gue ke sekolah, gue gak akan nyari loe dan loe juga gak boleh nyari gue. Gue uji seberapa besar kemampuan loe bertahan tanpa gue. Kalau udah seminggu, kita ketemu disini pulang sekolah.”
Semula Anggra sedikit keberatan, namun demi membuktikan rasa cintanya ke Argy, dia akhirnya pun menyetujui.
Seminggu setelah perjanjian…

Hari ini Anggra tak sabar menantikan bel pulang sekolah berbunyi. Ia sangat merindukan Argy.
“Eh Nggra, ada berita duka!”Eka memberitau dengan wajah serius.
“Apaan?”
“Ketua OSIS kita meninggal kena kanker darah stadium akhir!”
“Innalillahi wa innalillahi raji’un. Gue turut berduka cita. Tapi Ka, sudah hampir dua bulan gue sekolah disini, tapi gue belum tahu ketua OSIS yang mana.”
“Sama! Denger-denger sih, dia ada prakerin sekolah selama 3 bulan. So, yagitu deh. Jarang-jarang ke sekolah.”
“Oh gitu … Kelas berapa sih?”
“XI Akuntansi 1!”
“Sekelas donk sama cowok gue!”
“Oh iya? Ya ntar loe tanya deh ke cowok loe!”
“Siiiplah!”

60
“Kriiiiiiiingggg!!!!!!!”

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Anggra langsung beranjak dari tempat duduknya.
“Ka, gue duluan ya!”
“Oke deh! Hati-hati dijalan! have a nice moment.”
“Ya! thank’s bebb ..”
Anggra berlari menuju tempat parkir. Ia bergegas masuk mobil dan langsung men-starternya. Secepat mungkin ia melajukan mobil agar segera sampai di tempat tujuan.
Macet berkepanjangan membuat Anggra telat di tempat tujuan. Setibanya di depan gedung, Anggra menghela napas sejenak dan langsung berlari secepat mungkin menelusuri tangga. Setibanya di bagian atas gedung, ia mendapati seseorang telah berdiri disana, namun seseorang itu bukanlah Argy.

Seorang bapak tua yang sebelumnya pernah menegur dirinya ketika Argy menjerit keras untuk membuktikan betapa besar cintanya terhadap dirinya. Ternyata ia adalah orang suruhan untuk merawat dan menjaga gedung tua ini.
“Apa benar neng yang bernama Anggra?”
“Betul pak. Ada apa ya?”
“Apa seminggu yang lalu neng mempunyai janji dengan seorang cowok yang bernama den Argy untuk bertemu dengannya hari ini disini?”
“Iya, betul. Ada apa pak?”
“Begini neng, hari ini den Argy tidak bisa datang, saya sendiri juga tidak tau apa sebabnya. Dia hanya menitipkan surat ini 3 hari yang lalu kepada saya untuk diberikan kepada neng Anggra.”

Anggra menerima sebuah amplop berwarna merah hati.
“Maaf neng, saya harus meneruskan pekerjaan saya. Saya tinggal dulu. Permisi ...”
“Iya pak. Terima kasih.”
Anggra sungguh kecewa karena Argy tidak datang hari ini, ditenangkan hatinya sejenak. Lalu dikeluarkannya selembar kertas kecil dari dalam amplop.

61
Sayang … kamu lulus ujian kali ini. Bisakah kamu melakukannya setiap hari ?
I LOVE U 4ever .

Anggra masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dihubungi nomor Argy, akan tetapi tidak aktif. Akhirnya Anggra memutuskan kembali ke sekolah.

Setibanya di sekolah, dibantingnya pintu mobil dan ia langsung berlari memasuki halaman sekolah. Dengan nafas yang terengah-engah, Anggra menghentikan langkahnya tepat di bibir pintu ruang OSIS. Semua anggota OSIS ternyata sedang berkumpul dan mereka semua memandang kearah Anggra.
“Ada apa Nggra ?” tanya Desy.
Setahu Anggra, Desy adalah teman baik Argy. Belum sampai menanyakan sesuatu, seakan Desy telah mengetahui maksud kedatangan Anggra. Ia menuntun Anggra menuju taman. Didudukkannya Anggra di kursi taman dan mencoba menenangkan Anggra yang mulai meneteskan beberapa butir air matanya.

Anggra menatap mata Desy tajam.
“Jadi? Ketua OSIS itu? Anak XI Akuntansi itu? Anak yang meninggal itu?”
Desy terus menenangkan Anggra yang mulai menangis sesenggukan.
“Iya … Dia adalah ARGY !” sekuat tenaga Desy mengucapkan dengan jelas.
. . . . . . . . . .

PROFIL PENULIS
i'm Febby Anggraeni, just simply person :)
add and follow FB/Twitter : bybyfebby@gmail.com

Sumber: http://www.lokerseni.web.id/

0 komentar:

Posting Komentar